Konsepsi Smart City “After or Before Smart People?”

Sebuah Catatan


Refleksi Menjelang HUT Kota Kupang:Konsepsi Smart City “After or Before Smart People?”


Growth is inevitable and desirable, but destruction of community character is not. The questions is not whether your part of the world is going to change. The question is how – Edward T. McMahon


Euforia menjelang perayaan Hari Ulang Tahun Kota Kupang semakin terasa. Setiap tanggal 25 April disetiap tahunnya, seluruh masyarakat Kota Kupang merayakan hari jadi Kota karang tercinta. Berbagai acara dipersiapkan menyambut hari H, banyak hal yang diperlombakan, hiasan angka 22 terpampang pada baliho edisi cetak raksasa dan umbul-umbul sekitar kantor milik Pemerintah Kota.

Singkat kata, semua dilakukan dengan tujuan menyemarakkan Hari Ulang Tahun yang tinggal menghitung jam. Ada Festival Pangal Lokal, BSL atau Bose, Se’i, Lu’at yang membuat ribuan orang tumpah ruah di dua lajur kendaraan jalan El Tari, hingga ratusan anak rantau di luar Kupang seakan ingin pulang melihat kemeriahan festival garapan Pemerintah Kota. Tak tanggung-tanggung, rekor dunialah incarannya. Viola, memang benar rekor itu menjadi milik masyarakat kota Kupang. Sungguh sebuah festival yang tak main-main.

Beranjak meninggalkan kemeriahan acara fenomenal di Sabtu lalu, mari kita beralih pada perayakan tahunan berskala Internasional, World Book and Copyright Day yang dirayakan setiap tanggal 23 April setiap tahunnya. Ya, baru saja kemarin kita menyaksikan tagar-tagar bermunculan di laman media sosial yang dikirimkan oleh para pemerhati buku dan minat baca maupun para bookish di seluruh dunia.

Mereka membagikan aneka kata mutiara dari buku favorit hingga quotes super biasa yang dihafal oleh seluruh booklovers dari berbagai penjuru dunia semisal “reading is dreaming with open eyes”. Maka hari ini, saya merasa perlu membagian beberapa hal, hanya sekedar refleksi untuk sesama yang menyukai perjalanan bersama buku sebagai teman paling setia yang membunuh waktu atau yang sering tidur dengan bantuan buku, mungkin juga bagi mereka yang lebih suka menyimak dari pada membaca, terserahlah. Semua tergantung selera, bukan? Namun yang terpenting, adalah esensi daripada tulisan ini muncul.

Sedikit gusar, mengenai tagline “Smart City” besutan pemerintah kota yang terpampang di baliho raksasa dekat jalan masuk rumah. Sejenak, saya berpikir mengenai apa maksud pemerintah kita meletakkan tagline tersebut di ulang tahun kota yang ke-22. Mungkin sebuah harapan atau cita-cita tentang kota Kupang, entah berapa tahun lagi dari sekarang. Namun, kembali saya bertanya. Apa tolak ukur “Smart City” besutan pemerintah kota kita ini? maka teringatlah saya dengan hari buku kemarin.

Mungkin, euforia World Book and Copyright Day tidak sesemarak detik-detik menjelang HUT Kota Kupang tercinta. Apalagi, kedua event ini letaknya amat berdekatan. Tentu, sebagai masyarakat kota kita menjadi lebih update terhadap berita dan acara seputar HUT Kota Kupang. Namun, tidak pula melupakan hari buku, saya mencoba sedikit membagi kisah mengenai perjalanan kota-kota lain di Indonesia tentang bagaimana mereka mencoba membagun dan merealisasikan konsep “Smart City” yang tidak hanya sekedar angan, melainkan sudah menjadi ikhtiar yang digalangkan secara masif.

Saya mengambil tolak ukur dari Perpustakaan berbasis digital, mengingat kedua momen yang berdekatan ini, soal buku dan soal penataan kota “Smart City” tadi, terdengar lumayan. Sebagai salah seorang yang lumayan suka membunuh waktu dengan buku, saya menyukai salah satu aplikasi bernama IJakarta. Aplikasi besutan pemerintah Jakarta ini merupakan bagian dari sarana memberi bentuk yang baru bagi Perpustakaan era milenial, bukan hanya bentuk fisik semata, namun dalam suatu konsep pembaharuan yang lebih fresh.

Saya menjadi penggunanya sekitar tiga atau empat tahun yang lalu. Diperkenalkan pertama kali, langsung oleh ambassadornya, Abang dan None Buku DKI Jakarta, saya dan seluruh teman-teman sepenjuru tanah air mendapatkan sosialisasi terkait aplikasi tersebut. Menariknya adalah, semua warga, tanpa terkecuali, baik yang berKTP Jakarta maupun tidak, bebas mengakses konten yang tersedia dalan IJak (sebutan lain dari IJakarta).



Didalamnya, terdapat ribuan koleksi buku dari berbagai gendre, mulai dari fiksi sampai non fiksi dari segala penerbit tersedia di sana. Koleksi buku online perpustakaan ini dapat dikatakan sudah lebih dari cukup untuk disebut layak sebagai sebuah perpustakaan. Sistem peminjamannyapun mirip dengan perpustakaan konvensional. Meminjam selama beberapa hari dengan jangka waktu tertentu, lalu hasil peminjaman buku yang telah melewati batas akan terhapus dengan sendirinya dari koleksi buku dan tersimpan dalam riwayat bacaan, yang dapat diunduh lagi sewaktu-waktu diperlukan. Koleksi buku ini juga dibagi atas banyak e-book, biasanya untuk buku yang terbatas koleksi e-booknya maka kita akan dibawa masuk kedalam list antrian buku, benar-benar mirip seperti perpustakaan aslinya! Disana, kitapun dapat saling berdiskusi dengan berbagai forum pencinta buku lainnya, membagikan kutipan-kutipan yang disukai, saling menyarankan buku yang telah dibaca, menulis review buku hasil bacaan, hingga mendonasikan e-book bagi Perpustakaan. Dan tak lupa pula, ada kolom feedback yang dapat diisi dengan komentar dan saran terkait aplikasi. Benar-benar luar biasa bukan?

Banyak pelajar yang terbantu dengan buku-buku K13 dalam koleksi Kemendikbud, begitu pula dengan tenaga pengajar. Anak-anak menjelang ujian juga merasa tertolong dengan buku kumpulan soal baik UN maupun SBMPTN dalam edisi yang banyak, hingga para mahasiswa yang mengerjakan tugas atau tugas akhir yang memerlukan sumber yang valid, semuanya dapat diakses dalam genggaman dengan kendali berada diujung jari lewat fitur gawai touch screen atau perangkat komputer maupun laptop.

Menyimak semua kemudahan yang ditawarkan IJak dalam genggaman kita, tentu semuanya hanya bermuara pada tujuan mendekatkan masyarakat pada akses sumber ilmu pengetahuan yang cepat, mudah, dan murah. Berkaca dari review diatas, pemerintah Kota Kupang hendaknya memperhatikan juga pola perkembangan pembaca serta minat baca di Kota Kupang. Sebab, pengaruhnya terhadap pola perkembangan baik di bidang pendidikan, sosial, ekonomi, budaya, dan segi lainnya sangat berpengaruh. Tak perlu lagi dijelaskan bahwa membaca membawa banyak dampak baik, termasuk pengingkatan kualitas diri warga masyarakat sehingga membentuk pemahaman mengenai konstruksi “Smart City” menjadi lebih terarah karena sedikit banyak, masyarakat memiliki pemahaman yang didapatnya dari apa yang dibaca tentang bagaimana seharusnya sebuah kota berdiri.

Mungkin, pemerintah kota Kupang masih sibuk berbenah di sektor publik lainnya. Bukanlah suatu kesalahan meningkatkan taraf hidup masyarakat dengan pembangunan insfrastruktur, namun tidaklah salah juga mempertimbangkan konsep “Smart City” dengan mengingkatkan kualitas pola pikir masyarakatnya ditengah arus globalisasi dan membangun generasi milenialnya agar menggerakkan jempolnya dalam ranah dan kapasitasnya yang positif. Semua kembali lagi kepada keputusan pemerintah dengan dorongan masyarakat, apakah yang mau dicapai Kota Kupang dalam tagline dadakan “Smart City” ini? apakah konsepsi ini akan ada sebelum atau sesudah menciptakan masyarakat cerdas? Before or after Smart People?

Dave King mengatakan bahwa semua orang bercita-cita untuk tinggal dalam lingkungan “Smart City”, namun lupa bagaimana mendefenisikannya. Semua kembali kepada kita sendiri, tinggal bagaimana kita mendefenisikannya, memberi gambaran dan bentuk “Smart City” yang sesungguhnya bagi kota karang tercinta. Smart City need Smart Citizens.

Selamat Hari Buku dan Selamat Ulang Tahun Kota Kupang yang Ke-22.




Ini contoh akun IJak-ku :)
Salam.

Komentar

Postingan Populer