Pro Kontra Pendanaan Partai Politik Dari APBN

PARTAI POLITIK DAN SUMBER PENDANAANNYA
(Rangkuman Pokok Pikiran Menuju Debat Konstitusi Mahkahmah Konstitusi Tahun 2018)

Maria Vicienza da Rosa Wego
Universitas Nusa Cendana, Jl. Adi Sucipto Penfui
E-Mail: Sensawego@gmail.com




A.          Pengertian

Sebagaimana diamanatkan Pasal 28 UUD NRI 1945, kemerdekaan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat merupakan hak asasi manusia yang harus dilaksanakan untuk memperkuat semangat kebangsaan dalam NKRI yang demokratis. Hak untuk berserikat dan berkumpul ini kemudian diwujudkan dalam pembentukan Partai Politik sebagai salah satu pilar demokrasi dalam sistem politik Indonesia. Partai Politik menurut Pasal 1 Angka 1 UU No.2 Tahun 2011[1] adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

B.          Fungsi

Partai Politik sebagai pilar demokrasi perlu ditata dan disempurnakan untuk mewujudkan sistem politik yang demokratis guna mendukung sistem presidensiil yang efektif namun dengan tidak mengabaikan prinsip dasar kemandirian partai. Juga dalam penataan dan penyempurnaan Partai Politik diarahkan pada dua hal utama[2], yaitu:

1.     Membentuk sikap dan perilaku Partai Politik yang terpola atau sistemik sehingga terbentuk budaya politik yang mendukung prinsip-prinsip dasar sistem demokrasi. Hal ini ditunjukkan dengan sikap dan perilaku Partai Politik yang memiliki sistem seleksi dan rekrutmen keanggotaan yang memadai serta mengembangkan sistem pengkaderan dan kepemimpinan politik yang kuat.

2.     Memaksimalkan fungsi Partai Politik baik fungsi Partai Politik terhadap negara maupun fungsi Partai Politik terhadap rakyat melalui pendidikan politik dan pengkaderan serta rekrutmen politik yang efektif untuk menghasilkan kader-kader calon pemimpin yang memiliki kemampuan di bidang politik.

3.     Upaya untuk memperkuat dan mengefektifkan sistem presidensiil, paling tidak dilakukan pada empat hal yaitu pertama, mengkondisikan terbentuknya sistem multipartai sederhana, kedua, mendorong terciptanya pelembagaan partai yang demokratis dan akuntabel, ketiga, mengkondisikan terbentuknya kepemimpinan partai yang demokratis dan akuntabel dan keempat mendorong penguatan basis dan struktur kepartaian pada tingkat masyarakat.


Adapun hal-hal pokok yang diatur dalam penataan dan penyempurnaan Partai Politik di Indonesia adalah persyaratan pembentukan Partai Politik, persyaratan kepengurusan Partai Politik, perubahan AD dan ART, rekrutmen dan pendidikan politik, pengelolaan keuangan Partai Politik dan kemandirian Partai Politik.

Sedangkan fungsi parpol adalah:

1.     Partai politik sebagai sarana komunikasi politik
Bagaimana aspirasi masyarakat ini bisa tersalurkan kepada pemerintah, disinilah fungsi dari partai politik yang akan menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa. Melihat hal ini, partai politik dalam menjalankan fungsinya sering disebut sebagai broker (perantara) dalam suatu bursa ide-ide (clearing house of ideas) dan bisa juga dikatakan bahwa partai politik bagi pemerintah bertindak sebagai alat pendengar dan bagi warga masyarakat sebagai pengeras suara.

2.     Partai politik sebagai sarana sosialisasi politik
Partai politik berfungsi sebagai salah satu sarana sosialisasi politik. Untuk dapat menjadi pemenang dalam Pemilihan Umum (Pemilu) serta menguasai pemerintah (dalam artian menjadi kepala daerah, presiden ataupun pimpinan lainnya), partai politik harus bisa mensosialisasikan dan mendapatkan dukungan masyarakat sebanyak mungkin dengan mengedepankan bahwa partai politik berjuang untuk masyarakat dan kepentingan umum.

3.     Partai politik sebagai sarana rekruitmen politik
Partai politik juga berfungsi untuk mencari dan mengajak orang untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai (political recruitment), dengan demikian partai politik turut memperluas partisipasi politik.

4.     Partai politik sebagai sarana pengatur konflik
Dalam suasana demokrasi, persaingan dan perbedaan pendapat dalam masyarakat merupakan soal yang wajar. Jika terjadi suatu konflik dalam pemerintahan, maka partai politik berusaha untuk mengatasinya dengan jalan pendekatan ataupun cara-cara yang dilakukan oleh partai, seperti sering mengadakan rapat-rapat mulai dari sifatnya biasa sampai luar biasa, dari yang rapat berskala kecil sampai yang berskala besar ataupun konsolidasi dengan kader-kader partai atau dengan pemerintah.


C.              Sumber Pendanaan

Pasal 34

1.     Keuangan Partai Politik bersumber dari:
a.      iuran anggota;
b.     sumbangan yang sah menurut hukum; dan
c.      bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

2.     Sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat berupa uang, barang, dan/atau jasa.

3.     Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diberikan secara proporsional kepada Partai Politik yang mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota yang penghitungannya berdasarkan jumlah perolehan suara.

3a. Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diprioritaskan untuk melaksanakan pendidikan politik bagi anggota Partai Politik dan masyarakat.

3b. Pendidikan Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3a) berkaitan dengan kegiatan:
a.      pendalaman mengenai empat pilar berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b.     pemahaman mengenai hak dan kewajiban warga negara Indonesia dalam membangun etika dan budaya politik; dan
c.      pengkaderan anggota Partai Politik secara berjenjang dan berkelanjutan

4.     Bantuan keuangan dan laporan penggunaan bantuan keuangan kepada Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (3a) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 34A

1.     Partai Politik wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran yang bersumber dari dana bantuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf c kepada Badan Pemeriksa Keuangan secara berkala 1 (satu) tahun sekali untuk diaudit paling lambat 1 (satu) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

2.     Audit laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

3.     Hasil audit atas laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Partai Politik paling lambat 1 (satu) bulan setelah diaudit.”


Pasal 35

1.     Sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf b yang diterima Partai Politik berasal dari:
a.      perseorangan anggota Partai Politik yang pelaksanaannya diatur dalam AD dan ART
b.     perseorangan bukan anggota Partai Politik, paling banyak senilai Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) per orang dalam waktu 1 (satu) tahun anggaran; dan
c.      perusahaan dan/atau badan usaha, paling banyak senilai Rp 7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah) per perusahaan dan/atau badan usaha dalam waktu 1 (satu) tahun anggaran.

2.     Sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada prinsip kejujuran, sukarela, keadilan, terbuka, tanggung jawab, serta kedaulatan dan kemandirian Partai Politik.”


Pasal 39
1.     Pengelolaan keuangan Partai Politik dilakukan secara transparan dan akuntabel.

2.     Pengelolaan keuangan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaudit oleh akuntan publik setiap 1 (satu) tahun dan diumumkan secara periodik.

3.     Partai Politik wajib membuat laporan keuangan untuk keperluan audit dana yang meliputi:
a.      laporan realisasi anggaran Partai Politik;
b.     laporan neraca; dan
c.      laporan arus kas.”


D.              Kontra Sumber Keuangan Parpol

Anggaran merupakan politik sumber daya yang dipakai semaksimal mungkin oleh penguasa untuk kepentingan politiknya. Dalam konteks teori, anggaran negara merupakan wujud kedaulatan rakyat. Hakikatnya rakyat yang menentukan anggaran negara. Namun dalam prosesnya, kedaulatan rakyat telah diwakilkan kepada wakil rakyat melalui fungsi budgeting dengan penetapan APBN yang harus mendapatkan persetujuan DPR. Persetujuan itulah yang kemudian menunjukkan bahwa anggaran memang tidak netral karena persetujuan adalah bargaining yang berarti ada proses politik dibaliknya, dan wakil rakyat tidaklah bersih dari kepentingan politik pribadi, kelompok, golongan, dan partai politik yang menaunginya. Sedangkan dalam Pasal 23 Ayat 1 UUD 1945 disebutkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari segala pengelolaan kekuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab sebesar-besarnya kemakmuran karyat. Tiga kata kunci yaitu yang terkait dengan partisipasi masyarakat, dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab, untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Frasa “untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” dapat disebut sebagai ideologi APBN yang harus berpihak pada kemakmuran rakyat, khususnya pengentasan kemiskinan. Sehingga muncul suatu kontradiksi akibat fungsi persetujuan yang memuat proses politik didalamnya dengan ideologinya. Selain itu, dilihat dari teori pembentukkan UU, Prof. Dr. Satya  Arinanto S.H, M.H[3] mengatakan bahwa pembahasan APBN harus terbuka dan bertanggung jawab untuk mencapai :

a.      Ketepatan (Enforceability) APBN bagi kepentingan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,
b.     Keseimbangan (Adequacy) antara pendapatan (pemasukan) dan belanjar (pengeluaran) APBN,
c.      Keterlaksanaan (implementability) APBN untuk kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat.

Lalu muncul pertanyaan:

a.      Bagaimana APBN harus dialokasikan bagi Partai Politik yang dalam kenyataannya anggota-anggotanya meduduki jabatan di DPR yang memiliki wewenang memberikan persetujuan lewat mekanisme pembahasan bersama Presiden?


  • Tentu saja akan menimbulkan tumpang tindih kepentingan politik diatas kepentingan masyarakat umum. Sangatkah tidak mungkin untuk menyusun anggaran 100% ideologis, karena bagaimanapun akan terdapat berbagai kepentingan politik baik yang sifatnya pribadi, kelompok, golongan bahkan parpol dibelakang semua anggaran atau program yang disusun. Bisa saja anggaran terlihat ideologis karena konkret dan berpihak pada rakyat, namun dapat dipastikan akan tetap ada kepentingan politik tertentu dari kekuasaan yang menyusunnya walaupun terlihat samar. Hal ini akan memunculkan suatu celah baru bagi tindak pidana korupsi.
b.     Jumlah yang dicanangkan oleh Pemerintah terkait besarnya Dana yang akan diberikan yaitu 1 Triliun merupakan jumlah yang menggemparkan khalayak ramai. Ditilik dari segi keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran, Ahli Ekonomi Universitas Gadjah Mada........... mengatakan bahwa dengan jumlah sedemikian besar, dikhawatirkan terjadi ketidakseimbangan rancangan APBN. Nominal 1 Triliun tersebut seakan menjadi obat yang meninabobokan Partai Politik untuk bergantung pada ketiak Pemerintah karena kucuran dana. Meskipun telah diberikan Bantuan untuk parpol sebenarnya sudah diterapkan di Indonesia kepada parpol yang perolehan suaranya melebihi ambang batas dan setiap suara diberi nilai Rp. 108. Partai Demokrat sebagai pemenang pemilu 2009 dengan perolehan suara 21,6 juta misalnya, mendapatkan bantuan sekitar Rp. 2,3 miliar. Dana tersebut sudah dianggap cukup tanpa perlu bantuan mendanai Partai Politik diluar dari bantuan tersebut.

c.      Banyak kalangan yang meragukan bahwa pemberian subsidi yang memadai merupakan jalan keluar yang benar untuk perbaikan parpol. Bahkan, gagasan pemberian subsidi Rp. 1 triliun dianggap sebagai gagasan sesat di tengah kenyataan banyak subsidi terhadap rakyat yang justru dicabut pemerintah. Ada beberapa tantangan yang menjadikan banyak kalangan skeptis dengan gagasan subsidi besar untuk parpol.


  • Pertama parpol belum mempunyai perangkat transparansi dan akuntabilitas pengelelolaan keuangan APBN. Studi yang dilakukan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menunjukkan, bantuan keuangan yang selama ini diberikan kepada partai politik tidak dikelola dengan transparan dan akuntabel. Karena itu, parpol harus didorong mempunyai perangkat pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel. Jika hal ini tidak dibenahi, memberi subsidi dana besar pada partai hanya akan menjadi “bancakan” di tengah sulitnya kehidupan rakyat.
  • Kedua terkait dengan poin di atas, kesadaran pengelola parpol tentang keterbukaan informasi masih sangat rendah. Untuk mengukur tingkat keterbukaan informasi yang paling elementer adalah dengan melihat sejauh mana parpol menerapkan standar layanan informasi sebagaimana diatur dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Dalam Pemeringkatan Keterbukaan Informasi tahun 2014 oleh Komisi Informasi Pusat, dari 12 partai tingkat pusat yang dikirim formulir untuk self assessment, hanya 4 (empat) partai yang mengembalikan, yaitu Gerindra, PKS, PKB dan PAN. Dari tiga partai itu, setelah dilakukan verifikasi website dan visitasi untuk pengecekan dokumen, skor keterbukaan informasi tertinggi adalah 57 (dari nilai maksimal 100) dan terendah 16. Hal ini menunjukkan, prinsip-prinsip keterbukaan informasi masih jauh dari angan-angan pengelola parpol.
  • Ketiga masih kuatnya kultur transaksi politik dengan barter materi. Sejumlah studi tentang money politics, baik dalam pemilu legislatif, pilkada, bahkan juga pilpres menunjukkan politik uang dianggap sebagai hal yang lumrah. Jual beli dukungan dalam pilkada baik antara kandidat dengan parpol, maupun kandidat dengan pemilih merupakan praktik politik yang nyaris dianggap “halal”. Tidak ada jaminan praktik seperti ini akan hilang dengan subsidi besar dengan uang APBN. Praktik demikian bukan semata persoalan dana parpol yang tidak mencukupi, tapi lebih karena kebiasaan korup yang dilakukan politikus

d.     Pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi, Zulkarnaen, mengatakan seharusnya partai politik bisa menekan biaya politik alih-alih meminta tambahan dari pemerintah. Menurut Zul, biaya besar digunakan untuk menarik pemilih. "Masyarakat akan memilih orang-orang yang cukup kredibel untuk dipilih, jadi tak usah takut, percaya diri saja. Untuk apa hambur-hamburkan uang demikian besar sehingga bisa bermasalah di kemudian hari," kata Zul di Istana Negara, Jumat, 26 Juni 2015. Partai seharusnya menggenjot program yang baik serta pengurus yang berintegritas dan kredibel, rencana kenaikan dana parpol harus dikaji secara saksama terlebih dulu. Harusnya uang rakyat digunakan seefektif mungkin untuk mencapai hasil yang optimal

e.      Alasan memasukkan dana bagi Parpol pada APBN merupakan suatu tindakan yang mengkerdilkan Parpol. Seharusnya parpol diberi keluasaan untuk mengatur rumah tangganya sendiri tanpa interfensi dari pemerintah. Hal ini menyebabkan ketidakmandirian parpol untuk berkembang. Ditambah dengan alasan mencengah timbulnya korupsi yang dilakukan oleh kader-kader partai di pemerintahan.

Seharusnya, pikiran mengenai pencengahan korupsi bermodel seperti ini haruslah dihindari. Pemberantasan korupsi harus di Indonesia harus diawali dengan menghentikan oknum-oknum tersebut dari akar rumput. Jika mencengah korupsi harus dilakukan dengan mengucurkan dana sedemikian besar, apalah gunanya lembaga pemberantasan korupsi, pendidikan anti korupsi, dan undang-undang yang mengatur tentang hal-hal berkaitan dengan korupsi jika kader parpol di pemerintahan yang sudah sewajarnya membawa aspirasi rakyat namun balik dikhawatirkan oleh rakyat kemungkinan melakukan korupsi. Lalu, apa gunanya Partai Politik tumbuh berkembang di Indonesia? Apakah sebagai momok yang menakutkan bagi rakyat yang dinaunginya sehingga perlu dibentengi dengan nominal rupiah agar jangan-jangan jika kekurangan dana akan terjadi kasus korupsi? Sebuah sistem haruslah berkembang semakin maju, bukan mundur. Pelaku sistem haruslah semakin mandiri, bukannya dipelihara terus menerus.


E.              Solusi

a.      Sebenarnya, solusi mengenai pendanaan partai lewat APBN telah diterapkan oleh partai PDIP-Perjuangan yang menggalangkan rekening gotong royong.

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meluncurkan rekening khusus yang disebut rekening gotong royong di kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 20 Oktober 2015. Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan pembukaan rekening itu dimaksudkan agar kader partainya dapat menyumbang secara beramai-ramai lewat satu rekening khusus. Menurut dia, gerakan gotong royong ini dilakukan melalui iuran sukarela anggota serta bantuan di luar partai yang sehaluan dan seaspirasi dengan PDIP. Selain itu, katanya, rekening tersebut merupakan upaya PDIP membangun kemandirian dalam pendanaan partai. Caranya, dengan menampung iuran kader dalam rekening khusus partai.

“Harapannya setiap kader setiap tahun turut menyumbang lewat rekening ini. Nominal terkecilnya Rp 10 ribu,” kata Hasto. Di acara peluncuran rekening gotong royong tersebut, PDIP bekerja sama dengan Bank BCA dan Bank BRI, serta dengan akuntan publik yang akan memantau aliran dana di rekening.


Fungsi rekening gotong royong:

1.     Adanya rekening gotong royong tersebut membuktikan kuatnya kesadaran berpartai. Sebab partai memiliki tanggung jawab untuk melakukan pendidikan politik bagi anggota, pelaksanaan program kerakyatan partai, pemberdayaan perempuan, menejemen partai, serta program pemenangan pemilu. Makanya, kata Hasto, nantinya dana dalam rekening gotong royong akan dialokasikan ke beberapa program. Pembagiannya, sebanyak 40 persen untuk pendidikan politik, 30 persen program kerakyatan dan pemenangan pemilu, 20 persen manajemen partai, 10 persen untuk pemberdayaan perempuan.

2.     Tujuan lain pembukaan rekening khsusus tersebut untuk menghindari jebakan utang. “Hal itu pula yang harusnya diterapkan dalam pengelolaan keuangan negara,” katanya. Sejak era Orde Baru, kata Hasto, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara selalu dibuat defisit. Selanjutnya, defisit APBN itu ditutup dengan utang. Padahal utang berimplikasi terhadap masalah politik.

3.     Menghindari pembebanan terhadap negara sebagai akibat dari besarnya dana APBN yang dikeluarkan pagi partai politik yang seharusnya dianggap mampu mendanai diri sendiri.


b.     Tentu tidak mudah untuk mengatur dana politik karena meskipun diatur dengan berbagai aturan, partai politik dan politisi akan berusaha menggalang dana dari sumber daya publik yang ada di pemerintah. Akan tetapi, dengan tidak memberi pengaturan khusus keuangan politik, maka sesungguhnya kita sedang menanam bibit korupsi politik. Namun pengaturan yang sesungguhnya tidak boleh melepaskan substansi sesungguhnya dari fungsi Partai Politik yang seharusnya berusaha “memperbaiki kualitas” perseorangan dan kelompok sebagai bagian pendewasaan pribadi Parpol guna menarik simpati masyarakat agar berkembang. Menurut Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenal Arifin Mochtar bahwa sumber dana Partai Politik idealnya berasal dari simpati masyarakat sebagai tolak ukur kesuksesan sebuah partai, pengurus dan anggota partai dengan azas gotong-royong, kemudian pada urutan terakhir ialah sumbangsih pemerintah yang di prioritaskan pada sumbangsih proses demokrasi semisal pemilu dan pilkada.

Untuk hal ini, kelompok kami memiliki solusi yaitu dengan cara mendorong pengaturan dana politik dengan membatasi pengeluaran partai dan kandidat, terutama untuk menciptakan kesetaraan dan keadilan menjelang pemilu bisa terpenuhi. Pembatasi dapat dilakukan dengan membatasi iklan di televisi atau mewajibkan televisi menyediakan ruang iklan yang sama untuk seluruh parpol dan kandidat mengingat frekuensi adalah barang publik, maka pemerintah melalui Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dapat bekerja sama mengatur soal ini.

c.      Untuk mencegah ketergantungan parpol terhadap pemodal besar, diperlukan audit secara berkala, bukan saja menjelang pemilu. Penempatan pelanggaran keuangan partai dibawah rezim anti korupsi sangat relevan karena dana politik adalah awal terjadinya korupsi politik. Dengan audit secra berkala, pengabaian pelanggaran dana politik yang biasanya terbongkar beberapa saat setelahnya. Daripada KPK bekerja seperti pemadam kebakaran, akan lebih baik bila KPK dilibatkan dalam pengawasan sejak awal untuk memastikan dana politik berjalan sebagaimana mestinya.

Tambahan solusi:

Keran Pembiayaan

Guna membangun partai yang kuat, harus dimulai dengan pembenahan sistem pendanaan partai.
a.      parpol diperbolehkan berbisnis resmi. Tentunya diperlukan syarat-syarat yang sangat ketat dan jenis usaha yang terbatas pula.

b.     parpol diperbolehkan memanfaatkan dana negara, baik melalui proyek APBN, hibah, dan bantuan sosial. Bantuan ini juga dibatasi dengan jumlah yang bisa dipergunakan dan peruntukkannya untuk apa. Ingat, korupsi sering lahir dari penyelewengan dana bantuan sosial dan hibah.

c.      sumbangan swasta tidak perlu dibatasi. Tentunya hal ini syaratnya ada aturan mengenai pembatasan pengeluaran, terutama pembatasan saat kampanye. Adanya aturan baku yang menyebutkan pembatasan mengenai pengeluaran kampanye akan sangat penting untuk menjaga kompetisi parpol berjalan seimbang.

Aspek pendanaan adalah aspek yang sangat krusial dalam tubuh parpol. Namun, hingga kini jarang disentuh dan diperhatikan serius. Bahkan, dalam UU No 2/2008 juncto UU No 2/2011 tentang Partai Politik, aturan mengenai pelaporan dana parpol tidak diatur tegas ke mana pelaporanya. Padahal dalam UU No 32/2002, parpol memiliki kewaiban melaporkan keuangannya pada KPU setelah diaudit. Pada UU No 2/1999, partai politik wajib menyampaikan laporan keuanganya pada MA. Sebaliknya, pada UU No 2/2011, parpol tak memiliki kewajiban kepada siapa pun untuk melaporkan, meskipun publik wajib tahu laporan keuangan partai. Namun, di manakah dan bagaimana mengetahuinya? Keterkaitan ini jelas merupakan kemunduran bagi proses transparansi dan akuntabilitas keuangan parpol. Inilah urgensi pembenahan parpol yang harus dimulai dari sumber pendanaannya. Jangan sampai parpol jadi lahan cuci uang.




[1] Perubahan atas UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik
[2] Penjelasan Umum UU No. 2 Tahun 2011
[3] Hak Budget Parlemen Indonesia, Sinar Grafika, hal 322

Komentar

Postingan Populer